PENJEDAR - Para politisi Lebanon kini sedang berjuang menyelesaikan krisis diplomatik dengan Arab Saudi dan negeri Teluk lain setelah Uni Emirat Arab (UAE) mengikuti langkah Riyadh dalam memprotes Beirut soal komentar menteri kabinetnya tentang perang di Yaman.
Presiden Michel Aoun mengatakan pada hari Minggu bahwa ia ingin menciptakan "hubungan terbaik" dengan Arab Saudi, demikian dilaporkan National News Agency selagi anggota kabinet mengadakan pertemuan guna menangani ketegangan diplomatik yang memuncak.
Aoun juga mengatakan bahwa ia ingin menginstitusionalisasikan hubungan dengan monarki-monarki Teluk melalui penandatanganan perjanjian bilateral menurut NNA, sehingga "posisi dan opini yang dikeluarkan sekelompok orang tidak memengaruhi hubungan mereka dan memicu krisis antara kedua negara, terutama karena isu ini telah diulang lebih dari satu kali".
Baca Juga: Setelah Berikan Pinjaman Modal, China Miliki 40 Persen Saham Kereta Cepat Jakarta Bandung
Krisis ini muncul terutama dari wawancara televisi yang disiarkan minggu lalu di mana Menteri Informasi Lebanon George Kordahi mengkritik koalisi militer pimpinan Arab Saudi di Yaman, ia mengatakan bahwa kelompok Houthi yang didukung Iran "sedang mempertahankan diri melawan agresor dari luar".
Kordahi, yang didukung Hezbollah (yang juga didukung Iran), mengatakan bahwa wawancara tersebut telah direkam sebulan sebelum dirinya ditunjuk sebagai menteri. Sejauh ini Kordahi masih menolak meminta maaf atau mengundurkan diri karena komentarnya tersebut.
Komentar tersebut memicu pukulan terberat bagi relasi Saudi-Lebanon sejak penahanan Mantan Perdana Menteri Saad al-Hariri di Riyadh tahun 2017.***
Artikel ini diterjemahkan dari tulisan Al Jazeera berjudul Lebanese president says he wants ‘best relations’ with Saudis
Artikel Terkait
Menteri Informasi Lebanon Tidak Mempertimbangkan Pengunduran Diri Setelah Krisis Diplomatik Dengan Arab Saudi